Budaya Sunda adalah budaya yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat Sunda. Budaya Sunda dikenal
dengan budaya yang sangat menjunjung tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter
masyarakat Sunda adalah periang, ramah-tamah (someah), murah senyum,
lemah-lembut, dan sangat menghormati orangtua. Itulah cermin budaya masyarakat
Sunda. Di dalam bahasa Sundadiajarkan bagaimana
menggunakan bahasa halus untuk berbicara dengan orang yang lebih tua.
Kebudayaan Sunda termasuk
salah satu kebudayaan tertua di Nusantara. Kebudayaan Sunda yang ideal
kemudian sering kali dikaitkan sebagai kebudayaan masa Kerajaan Sunda. Ada beberapa ajaran dalam
budaya Sunda tentang jalan menuju keutamaan hidup. Etos dan watak Sunda itu
adalah cageur, bageur, singer dan pinter, yang dapat diartikan
"sembuh" (waras), baik, sehat (kuat), dan cerdas. Kebudayaan Sunda
juga merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa
Indonesia yang dalam perkembangannya perlu di lestarikan. Sistem kepercayaan
spiritual tradisional Sunda adalah Sunda Wiwitan yang mengajarkan
keselarasan hidup dengan alam. Kini, hampir sebagian besar masyarakat Sunda
beragama Islam, namun ada
beberapa yang tidak beragama Islam, walaupun berbeda namun pada dasarnya
seluruh kehidupan di tujukan untuk kebaikan di alam semesta.
Kebudayaan Sunda memiliki ciri khas tertentu
yang membedakannya dari kebudayaan–kebudayaan lain. Secara umum masyarakat Jawa
Barat atau Tatar Sunda, dikenal sebagai masyarakat yang lembut, religius, dan
sangat spiritual. Kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam pameo silih asih, silih asah dan silih asuh; saling mengasihi (mengutamakan sifat welas
asih), saling menyempurnakan atau memperbaiki diri (melalui pendidikan dan
berbagi ilmu), dan saling melindungi (saling menjaga keselamatan). Selain itu
Sunda juga memiliki sejumlah nilai-nilai lain seperti kesopanan, rendah hati
terhadap sesama, hormat kepada yang lebih tua, dan menyayangi kepada yang lebih
kecil. Pada kebudayaan Sunda keseimbangan magis di pertahankan dengan cara melakukan
upacara-upacara adat sedangkan keseimbangan sosial masyarakat Sunda melakukan
gotong-royong untuk mempertahankannya.
Budaya Sunda memiliki
banyak kesenian, diantaranya adalah kesenian sisingaan, tarian khas Sunda,
wayang golek, permainan anak-anak, dan alat musik serta kesenian musik
tradisional Sunda yang bisanya dimainkan pada pagelaran kesenian.
Sisingaan adalah kesenian khas sunda
yang menampilkan 2–4 boneka singa yang diusung oleh para pemainnya sambil
menari. Sisingaan sering digunakan dalam acara tertentu, seperti pada acara khitanan.
Wayang golek adalah boneka kayu yang
dimainkan berdasarkan karakter tertentu dalam suatu cerita perwayangan. Wayang
dimainkan oleh seorang dalang yang menguasai berbagai karakter maupun suara
tokoh yang di mainkan.
Tarian Ketuk Tilu , sesuai dengan namanya
Tarian ketuk tilu berasal dari nama sebuah instrumen atau alat musik
tradisional yang disebut ketuk sejumlah 3 buah.
Alat musik khas sunda
yaitu, angklung , rampak kendang, suling,kecapi,goong,calung. Angklung adalah instrumen musik yang
terbuat dari bambu , yang unik , enak didengar angklung juga sudah menjadi
salah satu warisan kebudayaan Indonesia.
Rampak
kendang adalah beberapa kendang (instrumen musik tradisional sunda) yang di
mainkan bersamma – sama secara serentak.
Kita selaku "Urang Sunda" harus melestarikan budaya sunda yang telah ada sejak zaman dahulu kala. Sebagai contoh, ada "Teater Sunda Kiwari". Yang masih eksis sampai sekarang dan sering mengadakan acara tahunan yaitu FDBS(Festival Drama Bahasa Sunda) yang telah diadakan sejak 1990-sekarang.
Hal itu menunjukkan apresiasi tinggi masyarakat, terutama kalangan generasi muda, terhadap seni teater dan bahasa Sunda.
"Tahun ini kami menargetkan jumlah peserta FDBS bisa mencapai lebih dari 76 grup," ujar Ketua Teater Sunda Kiwari, Dadi P. Danusubrata.
Pemprov Jawa Barat turut mendukung FDBS XII karena sudah memberikan kontribusi besar terhadap kelangsungan seni budaya dalam bidang bahasa, sastra, serta seni panggung. Gubernur Jawa Barat,
Ahmad Heryawan menyatakan bahwa penyelenggaraan FDBS secara tidak langsung telah membantu upaya pemerintah dalam melestarikan dan menjaga nilai tradisi.
Mata rantai FDBS di satu sisi menumbuhkan tunas baru grup teater, baik di sekolah-sekolah maupun umum, juga melahirkan penulis naskah drama Sunda generasi baru. Sebagai media pembelajaran, FDBS telah menstimulasi para peserta, penulis naskah, dan penonton, untuk melakukan observasi dan kajian terhadap kekayaan budaya Sunda.(kur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar